• About
  • Contact
  • Sitemap
  • Privacy Policy

Indonesia Tertinggal, Budaya Mengantri Penyebabnya

 on Jumat, 06 Juni 2014  

Indonesia adalah bangsa yang unik. Simak baik-baik kenapa saya katakan bangsa kita adalah bangsa yang unik. Indonesia kini sedang berada dalam krisis multidimensi dan keterpurukan dalam berbagai dimensi. Kenapa bisa terjadi? Sementara jika kita melihat sumber daya potensial bangsa Indonesia sendiri sangatlah tidak terkira. Dengan modal sumber daya yang cukup melimpah, seharusnya sebuah negara dapat sampai pada titik kemajuannya. Namun, ternyata tidak dengan Indonesia. Meski Indonesia memiliki modal tersebut, tidak menghantarkan Indonesia menjadikan rakyatnya merasakan sebuah kemakmuran, keadilan dan kesejahteraan, justru malah sebaliknya.
                Bangsa Indonesia yang telah berdiri sekitar 69 tahun silam, memiliki kondisi yang unik dalam perkembangannya hingga kini.Keunikan bangsa kita yang memiliki keberagaman komponen dan kekayaan serta keunikan akan kondisi yang dialami saat ini. Kondisi yang jauh berbeda dengan logika berpikir manusia akan hal ini, negara yang memiliki modal cukup baik namun tak menemukan sebuah titik kemajuan. Lantas, apa yang salah dengan bangsa kita? Benar-benar unik bukan bangsa kita, Indonesia.
                Dengan fenomena tersebut, pandangan dan pikiran kita tentu terarah untuk menelaah sebenarnya apa penyebab bangsa kita seperti ini? Bagaimana kita memecahkan masalah bangsa kita agar mampu keluar dari krisis dan keterpurukan multidimensi, kemudian mampu menghantarkan bangsa untuk menemukan titik kemajuan atau setidaknya untuk menjadikan Indonesia lebih baik.
                Melihat serta menganalisa kenyataan fenomena nyata kondisi bangsa Indonesia, indikasi mengenai “Apa yang salah dengan bangsa ini” sebagian besar adalah karakter bangsa yang kurang baik, rusaknya moral/akhlak bangsa kita yang kian hari kian akut. Nah, sekarang terlihat “Apa yang salah dengan bangsa ini”? Untuk memperjelas, mari kita coba refleksikan satu kisah dari percakapan tentang pendidikan di Australia yang jika kita kaitkan dengan indikasi tadi, dapat dibenarkan bahwasanya bangsa ini benar-benar salah. Kisah ini saya baca pada post website Rumus Web. (http://www.rumus.web.id/pendidikan/belajar-matematika-vs-belajar-mengantri/). Dalam kisah ini menggambarkan kesalahan dunia pendidikan Indonesia, dimana pendidikan di Indonesia secara kasar bahasa lebih mengutamakan pendidikan calistung, matematika bagi anak sejak dini dibandingkan dengan pendidikan moral atau karakter.
                Pendidikan di Indonesia kini diragukan kualitasnya, melihat output dari sistem pendidikan kita sangat mengecewakan. Progam wajib belajar 6 tahun bahkan dalam pencanangannya akan wajib belajar 12 tahun, namun ketika pendidikan itu sendiri sudah berjalan 12 tahun namun hasilnya sangat memprihatinkan. Maraknya fenomena-fenomena negatif yang terjadi pada anak-anak didik Indonesia, sebut saja tawuran pelajar, pergaulan bebas pelajar, demo para mahasiswa yang anarkis dan lain sebagainya.
                Kembali pada kisah percakapan dengan seorang guru di Australia. Guru Australia, berkata: “Kami tidak terlalu khawatir jika anak-anak sekolah dasar kami tidak pandai Matematika, kami lebih khawatir jika mereka tidak pandai mengantri.” Lalu orang Indonesia bertanya: “Mengapa bisa demikian? Yang terjadi di Indonesia justru sebaliknya.
                Dan guru Australia tersebut menjawab: “Karena kita hanya perlu melatih anak selama 3 bulan saja secara intesif untuk bisa Matematika, sementara kita perlu melatih anak hingga 12 tahun atau lebih untuk mengantri dan selalu ingat pelajaran berharga dibalik proses mengantri. Karena tidak semua anak kelak akan berprofesi menggunakan ilmu matematika kecuali Tambah, Kali, Kurang, dan Bagi. Sebagian mereka akan menjadi Penari, Atlet Olimpiade, Penyanyi, Musisi, Pelukis dan sebagainya. Karena biasanya hanya sebagian kecil saja dari murid-murid dalam satu kelas yang kelak akan memilih profesi dibidang yang berhubungan dengan Matematika. Sementara semua murid dalam satu kelas ini pasti akan membutuhkan Etika Moral dan Pelajaran berharga dari mengantri di sepanjang hidup mereka kelak.”
                Lalu, orang Indonesia kembali bertanya: “Oh, memang ada pelajaran berharga dari mengantri?” Guru Australia kembali menjawab: “Ya! banyak sekali pelajaran berharganya, yakni:
1.       Anak belajar manajemen waktu, jika ingin mengantri paling depan datang lebih awal dan persiapan lebih awal.
2.       Anak belajar bersabar menunggu gilirannya tiba terutama jika ia di antrian paling belakang.
3.       Anak belajar menghormati hak orang lain, yang datang lebih awal dapat giliran lebih awal dan tidak saling serobot merasa diri penting.
4.       Anak belajar berdisiplin dan tidak menyerobot hak orang lain.
5.       Anak belajar kreatif untuk memikirkan kegiatan apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi kebosanan saat mengantri. (di Jepang biasanya orang akan membaca buku saat mengantri)
6.       Anak bisa belajar bersosialisasi menyapa dan mengobrol dengan orang lain di antrian.
7.       Anak belajar tabah dan sabar menjalani proses dalam mencapai tujuannya.
8.       Anak belajar hukum sebab akibat, bahwa jika datang terlambat harus menerima konsekuensinya di antrian belakang.
9.       Anak belajar disiplin, teratur dan kerapihan.
10.   Anak belajar memiliki rasamalu, jika ia menyerobot antrian dan hak orang lain.
11.   Anak belajar bekerjasama dengan orang-orangyang ada di dekatnya jika sementara mengantri ia harus keluar antrian sebentar untuk ke kamar kecil.
12.   Anak belajar jujur pada diri sendiri dan pada orang lain.
Dan mungkin masih banyak lagi pelajaran berharga lainnya, silahkan anda temukan sendiri sisanya.”
                Nah, kita tentu akan tertegun sama seperti halnya orang Indonesia yang berbincang dan mendengarkan butir-butir penjelasan guru Australia tersebut. Dan kembali kita menyadari atau baru saja menyadari bahwa itu sangatlah berbeda dengan di Indonesia. Melihat pelajaran moral pendidikan Australia tersebut, orang Indonesia pada percakapan kisah tersebut setelah pulang kembali ke Indonesia ia menyadari hal tersebut ketika dia mengajak anaknya berkunjung ketempat bermain anak Kids Zania di Jakarta.
                Ia menceritakan kondisi saat itu seperti ini: “Apa yang di pertontonkan para orang tua pada anaknya, dalam mengantri menunggu giliran sungguh memprihatinkan. Ada orang tua yang memaksa anaknya untuk “menyusup” ke antrian depan dan mengambil hak anak lain yang lebih dulu mengantri dengan rapi. Dan berkata “Sudah cuek saja, pura-pura gak tau aja!”. Ada orang tua yang memarahi anaknya dan berkata ”Dasar Penakut”, karena anaknya tidak mau dipaksa menyerobot antrian. Ada orang tua yang menggunakan taktik dan sejuta alasan agar anaknya di perbolehkan masuk antrian depan, karena alasan masih kecil capek ngantri, rumahnya jauh harus segera pulang, dan sebagainya. Dan menggunakan taktik yang sama di lokasi antrian permainan yang berbeda. Ada orang tua yang malah marah-marah karena di tegur anaknya menyerobot antrian, dan menyalahkan orang tua yang menegurnya. dan berbagai macam kasus lainnya yang mungkin anda pernah alami juga?”.
                Sekarang semakin jelas dan mengarahkan kita pada kebenaran akan kesalahan apa yang terjadi pada bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia ketika bangsa-bangsa maju lainnya memikirkan dan mengutamakan kepentingan pendidikan moral daripada bidang lainnya, sebaliknya Indonesia justru masih saja meributkan anak muridnya tentang Calistung (Baca Tulis Hitung), Les Matematika dan Sejeninya.
                Budaya bangsa Indonesia dalam mengantri yang buruk merupakan cerminan jauhnya gaya hidup masyarakat yang sesuai dengan praktek hidup beretika dan bermoral. Hendak jadi apa bangsa ini jika dalam budaya mengantri saja, bangsa Indonesia belum dapat memaknainya dengan baik. Ini adalah pelajaran yang sangat berharga bagi bangsa Indonesia, bahwasanya pelajaran sederhana dari mengantri ini ternyata mampu menjadikan Indonesia beberapa langkah mundur dalam kemajuan. Jika terus kita mengabaikan pelajaran-pelajaran moral sederhana seperti ini, maka bangsa kita akan semakin tertinggal.
                Maka, marilah kita membangun jaringan kekuatan bangsa yang bersinergi antar setiap komponen bangsa. Secara personal, sebagai mahasiswa progam PGSD (Pendidikan Guru Sekolah Dasar) saya meyakini dunia pendidikan perlu mendapatkan perhatian lebih terutama pendidikan moral bangsa, dan pendidikan patut menjadi lini terdepan demi kemajuan bangsa ini.
                Dunia pendidikan sebagai wadah pencetak, alat regenerasi keberlangsungan hidup bangsa ini dari waktu ke waktu. Dengan latar dunia pendidikan dalam mengatasi kesalahan karakter bangsa, pendidikan karakter harus mendapatkan penekanan yang tinggi untuk para insan peserta pendidikan yang notabene adalah anak-anak generasi baru yang akan meneruskan keberlangsungan hidup bangsa ini, sekalipun pada generasi sekarang komplikasi masalah bangsa Indonesia tidak dapat teratasi, merekalah generasi baru yang menjadi tumpuan harapan kemajuan bangsa ini kelak. Persiapan yang matang serta berkualitas adalah hal yang perlu kita lakukan dalam membina generasi muda sejak kini. Semoga bangsa ini akan lebih baik. (created: elmi hanjar bait)


Indonesia Tertinggal, Budaya Mengantri Penyebabnya 4.5 5 aaaaa Jumat, 06 Juni 2014 Indonesia adalah bangsa yang unik. Simak baik-baik kenapa saya katakan bangsa kita adalah bangsa yang unik. Indonesia kini sedang berada dal...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Product :
J-Theme